Perkembangan teknologi yang begitu cepat memudahkan kita untuk
berbelanja tanpa harus bertemu dengan penjualnya. Cukup dengan buka
internet dan ribuan toko ”online” akan menawarkan berbagai barang yang
dibutuhkan.
Siapa yang tak pernah berselancar di dunia maya untuk
melihat barang-barang yang apik, cute, dan keren? Sepertinya hampir
semua MuDAer pernah melihat toko online yang semakin menjamur. Barang
apa saja bisa ditemukan di sana. Sebut saja, alat-alat elektronik, baju,
tas, sepatu, sampai dengan buku. Semuanya ada.
Pastinya semua
barang itu ditawarkan dengan harga yang lebih menarik, atau seakan
harganya lebih murah daripada di toko. Foto barang-barang itu dipajang
sebagus mungkin. Belum lagi ada tawaran diskon atau gratis ongkos kirim.
Wah, semakin menarik aja tuh.
Kalau saja, MuDAers tidak bisa
menahan diri untuk meng-klik barang yang keren, bisa habis tuh uang
sakunya. Tak ada salahnya sering berselancar di dunia maya mencari
barang menarik dengan harga yang lebih murah. Namun, sikap bijak membeli
barang yang dibutuhkan juga sangat diperlukan.
Eveline Susanti,
siswa SMA Ora Et Labora, Tangerang Selatan, mengaku pernah beberapa kali
berbelanja secara online. ”Kalau bajunya aku suka banget, aku beli.
Harganya tergantung, kalau lagi murah, enggak lebih dari Rp 150.000,”
kata Eveline.
Meski begitu, Eveline juga pernah membeli barang
yang tidak benar-benar dibutuhkan. Dalam satu minggu, Eveline bisa
beberapa kali berselancar di dunia maya untuk melihat barang-barang yang
ditawarkan di toko online, apalagi kalau bukan barang bagus dan lucu
yang dicarinya.
”Seringnya beli di toko online milik teman. Kalau
ngeliat barang yang lucu dan bagus, pasti pengen beli. Untungnya, yang
aku beli pas di aku,” ujar Eveline yang menahan diri untuk tidak boros.
Hanya
saja, Eveline cukup pintar untuk mencari uang jajan yang bisa dipakai
untuk belanja, yaitu dengan membuka toko online. ”Bulan Januari lalu,
aku juga ikutan jualan baju, rok, dan tas. Lumayan juga, sebulan bisa
dapat Rp 100.000 sampai Rp 200.000,” ujarnya.
Siswa SMA Negeri 81
Jakarta, Muhammad Abdul Aziz, juga mengaku sering melihat-lihat toko
online yang menawarkan denim dari Bandung. ”Emang, sih, ada enaknya
belanja online, tidak perlu jauh-jauh sampai ke Bandung untuk mencari
celana denim yang bagus. Hanya saja, sampai sekarang aku belum mau beli
online, takut enggak pas, apalagi enggak bisa nyobain,” katanya.
Pikirkan kembali
Psikolog
keluarga, Anna Surti Ariani, SPsi, yang akrab disapa Nina mengungkapkan
bahwa belanja online memang lebih menguntungkan bila dilihat dari segi
biaya transportasi. Hanya membuka komputer, berselancar di dunia maya,
meng-klik barang yang diinginkan, dan membayar melalui ATM atau kartu
kredit. ”Semua prosedur itu tidak membutuhkan biaya transportasi,” ujar
Nina.
Menurut Nina, di setiap website belanja online disediakan
keranjang belanja yang langsung menghitung total harga barang yang
dibelanjakan sehingga jumlah belanjaan bisa dikurangi atau ditambah.
Berbeda dengan belanja di toko yang total harga belanjaan baru diketahui
sesampainya di depan kasir.
Untuk itulah, Nina memberikan tips
supaya tidak boros membelanjakan uang jajan di toko online. ”Batasi
waktu untuk berselancar di toko online, misalnya setengah jam dalam satu
hari. Pikirkan kembali barang yang sudah di-klik, apakah memang
benar-benar dibutuhkan atau tidak, apakah mempunyai uang untuk membayar
barang dibelanjakan, atau apakah pembeliannya bisa ditunda. Ajukan
pertanyaan kritis itu sebelum bertransaksi online,” papar Nina.
Meski
begitu, Nina mengatakan, belanja online mempunyai dampak negatif,
apalagi bila pembayarannya menggunakan kartu kredit. ”Bila tidak
mempunyai perencanaan keuangan yang baik, bisa bablas, apalagi kalau
membeli barang-barang yang mahal. Nah, biasanya siswa SMA, kan,
menggunakan kartu kredit milik orangtuanya. Ini harus diawasi ketat,”
ungkapnya.
Belanja online yang tidak membutuhkan tatap muka secara
langsung juga bisa menghambat perkembangan MuDAers untuk berinteraksi
sosial. Padahal, menurut Nina, generasi muda harus mempunyai interaksi
lebih banyak dengan orang lain. ”Bayangkan saja bila nanti mereka
menjadi pejabat yang harus bertemu banyak orang, kan, tidak bisa menemui
warganya secara online,” kata Nina yang juga dosen Fakultas Psikologi
Universitas Atma Jaya, Jakarta.
Nah, gimana MuDAers, masih mau berbelanja online? Tak ada yang melarangnya asal kita bisa lebih bijaksana dalam berbelanja. (Susie berindra)